27 Oct 2011

di depan gerbang Damaskus : part 2

Ini dia nih lanjutan dari cerita nya Syekh Ahmad... Yuk sama-sama disimak..






Seykh Ahmad berhenti sejenak, mengeringkan peluh yang menetes dari keningnya. Beliau melanjutkan ucapannya. “Kita juga sudah melihat bagaimana perilaku para ulama dan kelompok-kelompok yang ada; tenggelam dalam persaingan, perseteruan dan perdebatan sengit yang tidak membawa mafaat sedikit pun kecuali hanya untuk meraih kemenangan semu dari lawan-lawannya masing-masing.”

“Apakah yang dimaksud oleh Syekh adalah orang-orang upahan dan kaki tangan Zionis, para pengkhianat yang berusaha merusak popularitas Syekh? Bukankah hukuman yang pantas bagi mereka adalah dipotong kedua tangannya sebagai balasan dari perbuatannya?”
Syekh Ibnu Taimiyah hanya tersenyum mendengar ucapan itu dan berkata menanggapi, “Bukan. Bukan itu yang maksud saya. Saya tidak berbicara tentang masalah pribadi tetapi tentang sikap umum yang diperlihatkan kaum muslimin.”

Syekh Ibnu Taimiyah lalu menghentikan pembicaraannya. Sebelum bangkit dari tempat duduknya, beliau berkata, “Apakah rakyat Damaskus masih berusaha lari meninggalkan negeri mereka?”
“Bagaimana tidak, wahai Syekh, sedangkan para wakil pemerintahan sendiri beserta para tokoh pembesar juga telah kabur meninggalkan negeri dan rakyatnya?”

Mendengar berita ini, Syekh Ahmad bin Taimiyah mencium bahaya lebih besar yan mungkin terjadi. Kini, sebagai raja tanpa mahkota –karena ilmu, keberanian, kepercayaan dan harapan rakyat yang digantungkan padanya- dialah yang bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang terjadi di negeri ini.

Oleh karena itu, dia harus melakukan sesuatu agar arus kelemahan ini segera berhenti. Dia harus menyeru manusia agar tetap teguh dan siap menghadapi kematian demi mempertahankan agama, negeri dan kehormatan mereka di hadapan pasukan Tartar yang telah menjajah mereka 30 tahun silam.
Syekh Ahmad menoleh ke arah sahabat-sahabatnya lalu berkata, “Saya ingin seseorang di antara kalian menyeru rakyat di tengah kota.”

“Kami telah siap melakukan tapi kalimat apa yang harus kami sampaikan kepada mereka?”
“Katakanlah, ‘Wahai rakyat negeri Damaskus, jangan tinggalkan negeri kalian tanpa perencanaan yang matang!’”

“Ya Syekh, apakah Anda yakin seruan ini mampu menahan mereka agar tidak lari meninggalkan tanah air mereka?”

“Kita akan membuat beberapa alternatif terbaik. Para penjaga yang mengelilingi kota ini akan siaga dengan seruan ini. Saya sendiri akan turun ke jalan-jalan, pasar dan masjid-masjid untuk menyeru mereka agar siap berjihad, rela syahid demi mempertahankan akidah dan tanah air mereka.”
Seorang di antara mereka segera bangkit untuk menunaikan perintah Syekh Ahmad.

Dengan perasaan lega, Syekh Ahmad berkata, “Kita tinggal menanti kedatangan pasukan dari Mesir di Damaskus ini. Apabila mereka tiba, dapat dipastikan kemenangan itu akan segera kita raih dengan seizing Allah!”

“Peperangan ini juga membutuhkan kesabaran, wahai Syekh. Kita harus bersabar sampai pasukan Sultan Nashir tiba di sini.”

“Kesabaran apa yang engkau maksud? Pasukan Tartar menyerang kita secepat kilat, bergerak sangat cepat menerabas musuh-musuh mereka. Kita tidak boleh bergerak seperti kura-kura. Kita harus menyatukan kekuatan.”

Pada saat itu juga, saudara Syekh Ahmad, Syarfudin, masuk dengan tergesa-gesa dan wajah penuh emosi, “Se…seorang utusan baru saja tiba dari Mesir.”
“Dimana dia sekarang?’


*hehe penasaran? masih ada lanjutan nya di postingan selanjutnya dalam "di depan gerbang Damaskus : last part".. Tungguin yaa..